Ampo, Warisan Kuliner Tanah Liat dari Tuban yang Masih Eksis

Jajanan khas Ampo telah malang melintang melewati zaman. Kini, hanya tersisa satu generasi yang masih giat membuat jajanan khas terbuat tanah liat tersebut di Kabupaten Tuban ini.

______________________________

GresikSatu | Generasi yang mewarisi pembuatan jajanan itu yakni Rasimah. Warga asal Dusun Trowulan, Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding tersebut masih aktif membuat ampo yang berbentuk panjang seperti astor itu.

“Untuk sekarang, saya tidak membuat ampo setiap hari. Biasanya kalau ada yang pesan saja. Paling satu minggu dua sampai tiga kali,” ujarnya Jumat, (30/8/2024).

Di gubuknya yang kira-kira luasnya 40 meter persegi tersebut, perempuan yang sudah berusia 72 tahun itu tak lelah menempa dan membentuk tanah liat tersebut menjadi jajanan yang dulu mempunyai sejarah panjang.

Dulunya, ketika zaman penjajahan dan paceklik, kata Rasimah, makanan Ampo dikonsumsi oleh masyarakat untuk dijadikan pengganjal perut. Sebab, pada zaman penjajahan dulu untuk mendapat makanan cukuplah sulit.

Hingga kini, dari silsilah keluarganya, Rasimah adalah generasi ke-4 untuk membuat ampo. Lalu sekarang diturunkan ke putrinya bernama Sarpik yang akan menjadi pewaris ke-5. “Kalau dirunut, sudah sangat lama. Lebih dari 100 tahun jajanan ini turun termurun dibuat keluarga saya,” tuturnya.

Baca juga:  Menikmati Gurih Pedas Becek Menthok Khas Tuban, Sajian yang Menggoyang Lidah
ampo, warisan kuliner tanah liat dari tuban yang masih eksis
Tampilan jajanan Ampo yang terbuat dari tanah liat. (Foto: Zidni/Gresiksatu.com)

Perempuan akrab disapa Mbah Mah tersebut mengungkapkan, sejak usianya 7 tahun, ia sudah belajar membuat ampo dari sosok ibunya. Hingga akhirnya bisa bertahan sampai sekarang.

Untuk membuat Ampo sendiri, kata ibu 5 anak tersebut, prosesnya cukup panjang. Dia menerangkan, untuk tanah liatnya sendiri tidak bisa sembarangan. Tanah liat itu diambil dari kedalaman dua meter. “Sehingga tanahnya steril dari kotoran dan lain sebagainya,” ungkapnya.

Tanah liat yang sudah diambil itu tak hanya sekedar diambil lalu dibentuk. Namun prosesnya cukup panjang. Usai diambil, tanah tersebut harus disiram dulu dengan air, lalu dipadatkan.

Proses pemadatan tanah liat itu, setidaknya memakan waktu hingga 1 malam lamanya. Setelahnya baru bisa diolah menjadi ampo. “Harus dipadatkan waktu 1 malam dulu supaya hasilnya nanti bagus,” katanya

Untuk pengolahannya sendiri cukuplah ulet dan rumit. Sebab, untuk menyisir tanah yang sudah padat tersebut menjadi sebuah bentuk astor memiliki teknik tersendiri. Pun dengan alat yang dipakai tak memakai bahan dari besi, dan murni dari kayu dan bambu

Baca juga:  Kepulangan Jamaah Haji Tuban Diwarnai Tangis Haru

Kata perempuan kelahiran 1952 tersebut, alat yang digunakan untuk menyisir tanah liat itu bernama seseh. Sedangkan yang fungsinya untuk menumpuk tanah liat itu yakni ganden. “Tekniknya, tiap dua kali sisiran, tanah liat harus ditumpuk lagi dengan ganden. Hal itu supaya tanahnya jadi lebih padat dan hasilnya bagus,” tuturnya.

Meski selesai disisir dan sudah menjadi astor, tanah liat yang sudah berbentuk tersebut belum bisa dikonsumsi. Itupun harus dijemur terlebih dahulu selama 6-8 jam lamanya jika saat musim kemarau. Baru setelah itu, akan diasapi menggunakan kayu bakar. Lalu disangrai di atas wajan. “Baru setelah itu bisa dikonsumsi,” pungkasnya.

Meski prosesnya cukup panjang dengan berbagai proses tersebut, namun harganya cukup murah untuk dijual ke orang-orang. Yakni 10 ribu untuk perkilo jajanan dari tanah liat tersebut.

Untuk kehigienisan dari tanah liat tersebut sudah dijamin. Selama puluhan tahun dia membuat jajanan ini, Rasimah tidak pernah menerima komplain dari para pelanggannya terkait dengan kesehatan. “Dulu sudah pernah dimasukkan Laboratorium oleh mahasiswa dari Jakarta, Alhamdulillah hasilnya aman,” tandasnya.

Reporter:
Tim Gresik Satu
Editor:
Aam Alamsyah
Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler