GresikSatu | Desa Banjarsari di Kabupaten Gresik, ternyata ada dua. Satu di berada di Kecamatan Cerme dan satunya lagi di Kecamatan Manyar. Namun dari dua nama desa yang sama itu ternyata ada kaitanya dengan pangeran sakti dari Banjarmasin yang pernah adu kesaktian dengan Sunan Giri.
Hal itu seperti diceritakan M Syifa’ dalam buku “Sang Gresik Bercerita Lagi” karangan Kris Adji dan Kawan Kawan. Dikisahkan, suatu ketika ada seorang putra mahkota kerajaan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dari Marga Sargi ingin mengadu kekuatan dengan Kanjeng Sunan Giri.
“Pangeran Sargi, demikian namanya, yang dikenal memang luar biasa itu sering mencari lawan yang mengalahkannya demi sanggup menguji tingkat kesaktiannya. Seluruh daerah Kalimantan telah ia jelajahi, mulai dari daerah pedalaman hingga perkotaan, tetapi ia tidak menemukan lawan yang dapat diajak untuk beradu kesaktian,” katanya seperti dalam buku tersebut.
Suatu hari, dia mendengar kabar tentang kesaktian Sunan Giri. Ia akhirnya berniat menantang salah satu anggota Wali Songo itu. Dalam perjalanan menuju Gresik, saat kapal Raden Sargi berada di dekat Pulau Bawean. Anehnya, selama berbulan-bulan kapal tersebut tidak dapat melaju ke wilayah Gresik.
Dengan adanya keganjilan tersebut, pangeran itu berkata dalam hati, “Wis tak akoni kesaktiané Sunan Giri. Éson gurung ketemu karo wongé aé, tapi kesaktianė wis tak rasakno…”.
“Anehnya lagi, setelah hati kecil Raden Sargi ngrêntêg seperti itu, tiba-tiba saja kapalnya dapat melaju dengan mudah menuju wilayah Gresik,” bebernya.
Setelah sampai di Gresik, Raden Sargi pun menemui Sunan Giri di Kerajaan Giri Kedaton. Meskipun telah mengalami kejadian aneh di Pulau Bawean dan telah mengakui kesaktian Sunan Giri. Namun dalam hati kecil Raden Sargi dirinya masih penasaran dan ingin membuktikan kesaktian Sunan Giri dengan berhadapan secara langsung dengannya.
Suatu ketika, datanglah sebuah kesempatan bagi Raden Sargi untuk menusuk Kanjeng Sunan Giri. Pangeran dari Banjarmasin yang hatinya masih penasaran, menggunakan kesempatan tersebut. Namun ketika Raden Sargi akan menusukkan pedangnya ke tubuh Sunan Giri, tiba- tiba dia gemetar sehingga pedang yang dipegangnya pun terjatuh.
Melihat hal tersebut, Sunan Giri memanggil Raden Sargi sambil tersenyum dan kemudian membuka jubahnya sembari menyerahkan tubuhnya. Tanpa diduga, kejadian itu membuat Sargi pun akhirnya menangis dan bersujud meminta maaf kepada Sunan Giri.
Semenjak saat itu, Raden Sargi membaca dua kalimat syahadat dengan dituntun oleh Kanjeng Sunan Giri dan nama beliau pun turut diganti menjadi nama Islam, yaitu Raden Sihabuddin. Setelah masuk Agama Islam, Raden Sargi belajar mengenai Agama Islam hingga tingkat kealimannya cukup tinggi. Akhirnya ia diberikan jabatan oleh Sunan Giri sebagai Panglima Perang Kerajaan Giri.
Suatu ketika, Sunan Giri menugaskan Raden Sargi untuk menyebarkan syiar Agama Islam. Sunan Giri memanggil Raden Sargi dan menunjuk ke arah sebuah hutan dan berkata “Hai Sargi, pergilah kau ke hutan itu dan bangunlah sebuah desa di sana, kemudian tinggallah di sana sembari kau jadikan tempat itu pusat penyiaran Agama Islam.”
Dalam penunjukan hutan itu, terjadi kesalahpahaman. Raden Sargi mengira arah hutan yang ditunjuk oleh Sunan Giri adalah arah barat, padahal maksud dari Kanjeng Sunan Giri adalah arah barat laut. Raden Sargi bergegas ke arah sebuah hutan yang letaknya kira-kira sejauh 25 km dari arah barat Kerajaan Giri dan mulai mbabat alas serta membangun pemukiman di sana.
“Desa inilah yang kemudian menjadi cikal bakal adanya Desa Banjarsari di Kecamatan Cerme. Mengetahui Raden Sargi menuju dan membabat alas di arah yang salah, Sunan Giri kemudian memanggil kembali Rąden Sargi,” tukasnya.
“Sihabuddin.. Sing éson maksud dhudhuk arah barat, tapi arah barat laut. Awakmu mlakuo kêncêng, tutno arah iki.. Engkok nèk wis ketemu wit asem gêdhé, lèrèno… Nduk kunu iku panggonanmu mbabat alas kanggo nyiarno Agama Islam…”.
Menuruti perintah Kanjeng Sunan Giri, Raden Sargi pun kemudian berjalan lurus mengikuti arah barat laut hingga kemudian menemukan pohon asam yang sangat besar dan tinggi. Raden Sargi pun mulai mbabat alas dan mendirikan sebuah desa. Raden Sargi memulai membangun rumah untuk tempat tinggalnya sembari mendirikan tempat untuk menyiarkan Agama Islam kepada penduduk desa yang kemudian tinggal di daerah tersebut.
“Untuk mengenang daerah tempatnya berasal yaitu Kerajaan Banjarmasin yang berada Kalimantan Selatan, akhirnya kedua desa yang telah dibangunnya, yang berada di sebelah barat maupun yang berada di sebelah barat laut Kerajaan Giri, maka diberilah nama desa tersebut dengan nama Desa Banjarsari,” bebernya.
Hingga sampai sekarang, Desa Banjarsari yang berada di arah barat wilayah Giri masuk ke dalam Kecamatan Cerme, sedangkan yang berada di sebelah barat laut Kerajaan Giri masuk ke dalam wilayah Kecamatan Manyar.
Raden Sargi pun kemudian menyebarkan Agama Islam dan menetap di Desa Banjarsari yang ada di Kecamatan Manyar hingga akhir hayatnya. Pangeran itu kemudian dimakamkan di daerah tersebut, namun oleh warga sekitar makam itu lebih dikenal Mbah Buyut Surgi, bukan Sargi.
Entah kenapa ada pergeseran sebutan nama, belum diketahui secara jelas. Untuk memperingati jasa Raden Sargi dalam mbabat alas dan syiar Agama Islam di desa ini, setiap tahun setelah selesai panen, kurang lebih setiap bulan Syawal, diadakan sedekah bumi di area makam Mbah Buyut Surgi ini. Acara sedekah bumi ini juga dimaksudkan untuk mensyukuri hasil panen yang diperoleh oleh penduduk desa. (sah)