Berkenalan dengan Komunitas Gresik Skate dan Napak Tilas Counter Cultur Pop di Gresik #1

GresikSatu | Apa yang pertama kali muncul dalam benak anda ketika mendengar Skateboard? Mungkin ingatan kita akan sama, sebuah permainan papan selancar dengan penggerak roda dan biasa dimainkan di jalan atau di taman-taman kota. Dalam sejarahnya permainan Skateboard populer di Amerika Serikat tepatnya di California. Permainan ini berawal dari inovasi untuk memindahkan permainan berselancar “Surfing” yang biasanya dilakukan di laut dipindahkan ke daratan.

Papan luncur ini mulanya dibuat secara mandiri. Namun, karena tidak ada standar baku mengenai material dan ukuran, penggunaannya kerap berbahaya, maka tidak heran jika permainan ini dianggap permainan yang ekstrem dan memacu adrenalin pemainnya. Sedangkan di Indonesia sendiri, Skateboard mulai populer di kalangan anak muda pada dekade 80-an. Seperti apa ada d jurnal yang berjudul “JOGJA SKATEPARK” DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA tulisan Boby Angthino, dijelaskan jika di Jakarta pada permulaan 1980 sudah ada beberapa anak muda yang membentuk komunitas dan menekuni olahraga skateboard.

Dalam perjalanannya skateboard semakin diminati para remaja di kota – kota besar Indonesia, budaya ini tumbuh beriringan dengan munculnya kebudayaan pop yang mulai mendapat tempat di hati remaja, khususnya kebudayaan pop psikomotorik seperti break dance. Beberapa faktor yang menyebabkan semakin banyaknya minat remaja menekuni skateboard tidak bisa dilepaskan dari bermunculnya komunitas sektebord di pelbagai kota dan juga diikuti dengan tren skateshopnnya. Posisi skateshop tak hanya sebagai tempat penjualan barang-barang kebutuhan skatebord namun juga sebagi penyuplai informasi seputar semesta skate dari pelbagai kota.

www.gresiksatu.com
Para Komunitas Gresik Skateboard saat unjuk gigi di tengah kota. (Gresiksatu.com)

Di Gresik sendiri kemunculan budaya skate sudah ada sejak 1992, dalam perjalanannya skateboard cukup mewarnai dinamika aktivitas anak-anak muda di Kota Gresik. Layaknya anak muda di era tersebut, kegiatan bermain skateboard masih dipandang sebelah mata dan dianggap sekumpulan anak bengal yang berkegiatan berbahaya. Stereotip ini memang tidak muncul begitu saja, di negara asalnya pun sama. Skateboard dilihat sebagai budaya tanding, yang sebenarnya wajar terjadi di kalangan remaja.

Dalam usaha untuk mencapai kesesuaian dengan norma budaya yang berlaku, remaja seringkali mengalami benturan pemikiran dan keinginan. Sehingga melahirkan sikap-sikap pemberontakan terhadap norma-norma tersebut. Norma budaya yang telah mapan kemudian menjadi hal yang dirasa mengekang kebebasan dan ekspresi dari kaum muda tadi. Lahirlah perlawanan budaya (counter culture) yang dilakukan oleh kaum remaja. Dan kebudayaan baru yang dilakukan oleh remaja inilah yang kemudian disebut dengan youth culture.

Perlawanan – perlawanan ini biasa termanifestasi dalam bentuk cara berpakaian (fashion style), bahasa dan istilah (language style), modifikasi kepemilikan benda, ragam jenis musik, dan tempat nongkrong. Perlawanan yang dilakukan adalah bentuk penolakan atas institusi sosial (hukum, peraturan hidup, norma, agama dan adat istiadat) dan kemapanan (kemewahan, kemudahan, fasilitas) yang dianggap tidak sesuai dengan pola pikir para remaja saat itu.

Keberadaan mereka yang menolak institusi sosial dan kemapanan kemudian sering kali dianggap sebagai bentuk ketidak teraturan sosial (sosial disorder). Ketidakteraturan yang diekspresikan dalam subkultur yang berlawanan terhadap budaya mayoritas. Subkultur sendiri adalah budaya yang terbentuk sebagai counter cultureatau budaya tandingan dari budaya yang telah mapan. Ketidakteraturan sosial ini kemudian cenderung dan diadili  oleh publik dan kemudian dicap sebagai kenakalan remaja. Padahal tidak selamanya hal tersebut benar, bahwa unsur-unsur budaya tanding yang termuat dalam skateboard ini juga memiliki nilai-nilai positif semisal kolektivitas, solidaritas, kreativitas dan kemandirian

Baca juga:  Hari Bhayangkara Ke-78, Polres Gresik Beri Bantu Alat Dengar ke Puluhan Anak Difabel

Untuk lebih jauh mengetahui dan mengenal komunitas Gresik Skate, berikut cuplikan wawancara dengan Adha Hari Seno yang merupakan human social responsibility Gresik Skate.

Oke mas, langsung saja. Minta waktunya sebentar untuk bercakap – cakap soal Skate dan Gresik Skate, sebelumnya saya ucapkan selamat hari raya skate ( Skateboarding Day).

Oh iya mas, terima kasih sebelumnya sudah mau menulis tentang skateboard khususnya Gresik Skate.

Kalau boleh tahu Gresik Sakte ini sudah ada sejak kapan mas ? 

Sekitar tahun 1992 sudah ada aktivitas skate di Gresik, waktu itu digawangi Mas Inung dan si kembar Roy Ronny. Kalau saya sendiri bermain skate di tahun 2008 dan mulai aktif mengurusi komunitas di Tahun 2014-an.

Jadi bisa dibilang Mas Inung, Roy dan Roony ini sesepuh pinisepuhnya Gresik Skate. Aktivitas Gresik Skate apa saja mas ? apa hanya sekedar latihan atau ada hal lain.

Jadi dulu anak-anak itu untuk mencari referensi gerakan, teknik dan trik dalam skateboard karena belum ada akses Youtobe seperti sekarang, kami biasanya merekam permainan di game Tony Hawk’s di Play Station 2 (PS), dari situ kemudian kami praktekkan bersama.

Selain latihan aktivitas teman-teman ya kadang ngobrol-ngobrol seputar dunia skate atau kadang juga ada perwakilan dari kami yang ikut event di kota lain, atau mungkin saat ada pemain skate dari kota lain yang ingin bermain di Gresik biasanya kami yang menjadi gaetnya.

Sebelum ada Skate Park, latihanya di mana mas ? terus hal apa yang kemudian dilakukan teman-teman Gresik Sakte untuk tetap menghidupkan semesta skate.

Latihan untuk di era 2008 sampai 2014-an itu teman-teman berlatih di eks lapangan tenis GKA, baru kemudian sempat juga tempat latihan di area Gelora Joko Samudra (GJS), setelah itu ada Skate Park. Teman-teman ini punya yang namanya celengan bersama yang fungsinya sebagai tempat iuran bersama sebelum bermain skate. Keberadaan iuran inilah yang digunakan untuk pembelian beberapa fasilitas pendukung dan juga untuk logistik teman-teman yang mau tampil di event luar kota.

Oh yah mas, kan kita ketahui bersama skateboard ini tidak hanya sebagai permainan olahraga tapi juga sudah menjadi bagian dari budaya. Di antarannya semisal munculnya lifestyleskate melalui fashion. Ketika melihat para skater menampilkan aksinya di papan selancar, kita tak hanya disuguhkan permainan yang seru namun juga gaya berbusana yang menonjolkan karakter si pemain. Bahkan beberapa brand lokal hingga internasional lahir dan berkembang dari olahraga ekstrem ini. Lah apa sudah usaha baik secara komunitas atau individu di Gresik mungkin yang memanfaatkan peluang ini melalui Skateshop, mungkin memproduksi merchandise ?

Baca juga:  Komunitas Drawing Desa Akan Gelar Pameran Seminggu di Kopitani Bojonegoro

Betul, memang awal kemunculan skateboard di Gresik tidak ubahnya seperti lifestyle, jadi lebih kepada penyaluran hobi baru di kalangan remaja dan pelajar. Lamban laun, kami tidak hanya berlatih takik dan trik dalam skate, tapi mencoba juga membangun ekosistemnya sehingga ada target-target yang ingin dicapai baik kualitas ketangkasan dalam bermain atau membuka jaringan antar komunitas baik di dalam negeri atau di luar negeri. Selain hal tersebut saya sendiri pernah mencoba menghidupkan Skateshop namun sayangnya hanya bertahan 2-3 tahunan. Meskipun terbilang sebentar, keberadaan Skateshop memiliki peran penting dalam perjalanan sebuah komunitas skate. Jadi Skateshop tidak hanya sebagai pusat penjualan peralatan skate namun juga sebagai sarana penyuplai informasi kepada teman-teman skater. Memang di beberapa literasi yang saya baca, khusunya yang membahasa Skateshop bahkan di Amerika sendiri fungsi Skateshop bukan untuk mendulang pundi-pundi profit. Tapi semacam titik temu para pelaku skate. Sedangkan untuk pembuatan merchandise biasanya kami memproduksi saat menjelang perayaan Skateboarding Day, sekalian juga untuk mencari dana buat kegiatan atau event lomba.

Untuk pandangan mas Adha sendiri sebagi pelaku skate dan juga aktif di komunitas, bagaimana posisi Gresik dalam peta skateboard nasional ?

Kalau secara event lomba kita lumayanlah di level  Nasional, event kami sering dinanti – nanti oleh komunitas dari kota lain, tapi untuk skaternya atau pemainnya belum lah kita berbicara di level itu.

Sebagai penutup, menurut sudut pandang mas Adha, apa yang membedakan para pelaku skate hari ini dengan era masnya dulu semisal.

Yah, yang paling terlihat itu dalam hal media, terutama sosmed. Karena generasi kelahiran 2000-an sudah bisa mengakses trik dan teknik bermain skateboard lewat Youtube. Jadi tak mengherankan juga jika banyak juga yang ikut bermain skate hanya untuk kebutuhan konten sosial media mereka. Tapi perlu diketahui juga, ada beberapa pelajar atau siswa yang coba mengajak kita kolaborasi di sekolahnya, harapannya seh memang ada kegitan ekstra kurikuler Skaterboard di sekolah – sekolah. Artinya geliat skateboard di Gresik terus hidup dan semakin bervariasi.

Terimakasih atas waktu dan ilmunya mas. Semoga Gresik Skate makin sukses dan terus mewarnai aktivitas dan dinamika anak muda di Gresik.

Bagaimana kemudian kita bisa bijak melihat aktivitas anak muda yang menyalurkan ide dan hobinya pada ruang-ruang positif. Sudah selayaknya kita mengubah pola sudut pandang tentang skateboard , olahraga ini bukan lagi menjadi kegiatan yang menakutkan apalagi kegiatan yang harus disisihkan keberadaannya. Karena Indonesia pernah mengukir prestasi melalui skateboard di Asia Games 2018.

 

Penulis : Wildan Erhu Nugraha, Staf Pengajar di SMA NU 1 Gresik dan Aktif di Tim Riset dan Kajian Lesbumi PCNU Gresik

Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler

spot_img