Oleh : Priyandono
Peringatan kegiatan sekolah berjalan sukses. Pameran hasil karya murid dan guru mampu menyedot perhatian banyak pihak. Sejumlah pejabat eselon di lingkungan Dinas Pendidikan yang hadir memberikan apresiasi positif terhadap praktik baik di sekolah yang dikreasi oleh Bu Miming.
Tidak hanya itu, para alumni juga terpukau melihat capaian yang dilakukan almamaternya. Di antara mereka kemudian spontan ada yang memberikan sumbangan dana. Jumlahnya pun tidak sedikit.
Usai kegiatan, Bu Miming tidak mampu menyembunyikan kebahagiannya. Berkali kali ucapan terimakasih disampaikan kepada segenap panitia beserta dewan guru.
“Saya sangat bangga melihat semangat bapak dan ibu. Kolaborasi ini patut dipupuk dan dijadikan budaya positif di sekolah kita,” kata Bu Miming sumringah
Bapak dan ibu, lanjutnya, jangan berhenti berhenti bergerak dan berkontribusi. “Datang bersama adalah awal, tetap bersama adalah kemajuan, dan bekerja bersama adalah kesuksesan,” sambungnya, mengutip ungkapan Henry Ford.
Esok harinya Bu Miming datang ke sekolah lebih awal (gasik). Setelah keliling dari kelas ke kelas, dia kembali ke ruangnya. Di dalam sudah ada Pak Mamang yang sedang menunggu. “Oh Pak Mamang. Maaf Pak, lama yang nunggunya,” tanya Bu Miming
“Tidak kok Bu. Baru saja. Maaf, saya langsung ke ruang Ibu,” sahut Pak Mamang.
“Oh… ya… Sekali lagi saya ucapkan terimakasih. Sebagai ketua panitia Pak Mamang sangat luar biasa. Mampu menggerakkan kawan kawan sehingga acaranya berjalan lancar dan sukses,” puji Bu Miming
“Begini Bu, sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada seluruh panitia dan guru, bagaimana kalau pembubaran panitia dilakukan di luar kota sekalian nglencer,” pinta PaknMamanh
“Loh…Pak Mamang kan sudah tahu, kalau seluruh anggaran sudah terserap dan tidak ada saldo lebih. Uang sumbangan alumni itu amanahnya untuk pembangunan perluasan perpustakaan,” jawab Bu Miming.
“Nanti laporannya kita rekayasa Bu, kekurangan dananya ibu kan bisa menggunakan dana BOS,” desaknya
Bu Miming langsung mak tratap. Terkejut. Tidak menyangka Pak Mamang akan berkata begitu. Bu Miming langsung menarik nafas panjang panjang, lalu minum air putih. Dia berusaha menenangkan diri dan mengendalikan diri. Wajar, tersebab dia sedang dalam zona “Desakan Moral”.
Sangat mudah mengambil keputusan ketika menghadapi desakan. Tersebab paradigmanya benar-salah. Cirinya sangat kasat mata, yakni ada regulasi yang dilanggar. Oleh karena itu, Bu Miming bisa langsung mengambil keputusan tanpa harus memeras otak.
Yang sulit itu ketika menghadapi “Dilema Etika”. Tersebab paradigmanya benar-benar. Pada kasus yang berbeda suatu ketika Bu Miming memimpin rapat. Di tengah tengah jalanya rapat, tiba tiba Bu Miming berteriak histeris minta tolong. Orang-orang yang ada di ruang rapat gaduh. Bahkan yang di luar ruangan berhamburan mendekat. Mereka terkejut dikira ada penganiayaan.
Ternyata, Bu Miming kaget karena ada serangga yang jatuh dari atap menimpa lehernya. Serangga tersebut “nggremet” hingga sampai pada bagian antara leher dan dada. Pak Mamang adalah orang terdekat karena berada persis di sebelahnya Bu Miming.
Posisi Pak memang menjadi serba repot. Dia berada dalam situasi “Dilema Etika”. Coba, kalau Anda sebagai Pak Mamang, apa yang Anda lakukan?
Repot kan? oleh sebab itu kita harus melakukan pengujian terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. Sebenarnya, baik dalam situasi Bujukan Moral maupun Dilema Etika, kita harus melakukan uji pengambilan keputusan terlebih dahulu. Tujuannya, keputusan yang kita ambil adalah keputusan yang bertanggungjawab.
Rusworth M.Kidder (1995) dalam How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living, mengungkapkan, setidak ada 9 langkah pengujian keputusan. Apa saja itu? Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan; menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut; mengumpulkan fakta; pengujian benar atau salah; pengujian benar-benar; melakukan prinsip resolusi; investigasi opsi trilema; buat keputusan; lihat lagi keputusan dan refleksikan.
Penulis adalah, Pengawas Pembina Dispendik Prov Jatim