*Oleh : Dr. Nur Syarifuddin, S.Sy., M.Pd.I.
Budaya molod dikonstruksi dengan beragam bentuk kegiatan seperti pembacaan maulid berzanji, ceramah maulid, asrakalan, dikker, dan lain sebagainya, disamping itu dari angka’an mulod yangg terdiri dari jajanan lokal seperti gugudhu, dhudul, rangginang, alat perabot rumah seperti kulkas, TV dan lain sebagainya, sejatinya merupakan visualisasi dari masyarakat Bawean yang agamis dan humanis. Mulod dimaknai bukan hanyaa sekedar ritual dan tradisi keagamaan semata, tapi merupakan identitas budaya yang mengekspresikan karakter, prinsip, sikap sosial dan keagamaan masyarakat Bawean, seperti sikap inklusif, egaliter, humanis, dermawan, suka tolong-menolong dan riligius, dan bahkan sebagai identitas strata sosial.
Disamping itu, pembudayaan dan pelembagaan Molod dilakukan melalui pembiasaan (habitualiasasi) sejak dini melalui langgar, masjid, madrasah dan medan budaya yang lain. Hal tersebut berjalan bukan hanya karena habitualisasi semata, tapi juga didukung dengan ligitimasi elit lokal, dan sakralitas budaya serta proses dialektik dalam berbagai momentum. Sementara bentuk tradisi yang ada adalah hasil karya budaya mayarakat yang diciptakan dari berbagai unsur nilai-nilai budaya lokal dan Islam yang menjadi identitas masyarakat yang mengekspresikan karakter, prinsip, sikap sosial hingga strata sosial dan juga keagamaan masyarakat Bawean itu sendiri.
Budaya molod mejadi identitas Islam lokal bagi masyarakat Bawean sejatinya merupakan aktifitas ritual keagamaan yang sudah menjadi budaya. Bagi masyarakat Bawean, agama sudah bukan lagi hanya sekedar norma, akan tetapi agama merupakan tatalaku yang sudah membudaya yang diwariskan dari generasi kegenerasi. Makna ritual dalam upacara budaya molod ditampilkan dengan pengabdian dan ibadah yang ditujukan agar mendapatkan pahala dengan cara bersyukur atas dilahirkannya mahluk paling sempurna yg membawa dinul Islam. Sedangkan makna sosialnya adalah saling membantu dan tolong menolong dengan sesama anggota masyarakat.
Dalam konstruksi budaya molod, ada tiga tahap momen dialektika nilai yang dapat membentuk karakter masyarakat Bawean yang humanis, moderat, toleran, dan guyub rukun yaitu;
Pertama; momen penyesuaian nilai. Pada tahap ini Molod menjadi momen penyesuaian nilai-nilai Islam yang ada dalam teks-teks suci al-Quran maupun hadist Nabi Saw. sebagai legitimasi perayaan budaya Molod. Penyesuaian dengan teks suci dan nilai agama tersebut dilakukan oleh elit lokal dalam momentum pengajian, khutbah, pembelajaran di madrasah maupun di langgar. Selanjutnya penyesuaian dengan nilai-nilai tradisi lama.Yang mana penerimaan masyarakat Bawean terhadap molod sebagai tradisi diwujudkan dalam bentuk partisipasi dan keterlibatan masyarakat itu sendiri dalam setiap pelaksanaan Molod dalam setiap ruang budayanya (culture spare).
Kedua; momen penyerapan nilai, pada tahap ini Molod menjadi momen penyerapan nilai-nilai Islam. Dimana Masyarakat Bawean yang merupakan muslim secara teologis dan juga normative, menerima tuntutan untuk menjalankan keyakinan agamanya. Keyakinan tersebut kemudian diobjektivasi melalui parayaan tradisi Molod. Jadi Molod disini dapat dipahami merupakan objektivasi dari eksternalisasi keyakinan teologis dan juga normatif masyarakat Bawean akan perintah agama. Keyakinan teologis masyarakat Bawean yang tercurahkan menjadi upacara tradisi molod, sehingga tradisi tersebut dilestarikan dan dipertahankan karena hubungannya yang fungsional antara keyakinan dan kebutuhan sosial. Keyakinan akan kebenaran Islam dan kebenaran nabi Muahmmad Saw., menghendaki adanya ketaatan menjalankan perintah agama.
Ketiga; momen pengenalan dan penanaman nilai; dimana dalam tahap ini Molod merupakan momen dalam pengenalan dan penanaman nilai-nilai Islam. Momentum Molod dalam masyarakat Bawean menjadi sarana untuk mencari pahala, melaksanakan kewajiban sebagai muslim, dan juga kewajiban sesama anggota masyarakat untuk saling tolong menolong sehingga kehidupan yang guyub rukun dan juga harmonis dapat terlaksana.
Budaya Molod dalam masyarakat Bawean menjadi media penanaman nilai-nilai Islam, dimana dalam budaya Molod yang dilakukan dibeberapa medan budaya seperti langgar, masjid, madrasa dan juga rumah kiyai sebagai arena pembudayaan untuk menanamkan serta mengamalkan nilai-nilai keIslaman yang moderat.
*Penulis adalah Penasehat LAKPESDAM NU Bawean