Revitalisasi Angkutan Umum Perkotaan dan Perdesaan Ditinjau dari Berbagai Aspek

Oleh : Andri Irawan**

Angkutan dengan kendaraan bermotor dalam trayek atau lebih dikenal dengan Angkot (Angkutan Perkotaan) dan Angdes (Angkutan Pedesaan) merupakan angkutan favorit dijamannya. Kewenangan Pemerintah Kabupaten Gresik dalam penataan Angkot dan Angdes dimulai sejak Tahun 1997. Hal tersebut berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 24 Tahun 1997 tentang Izin Trayek dan Pengendalian Lalu Lintas.

Pada Tahun 1997 – 2000 masyarakat Kabupaten Gresik pernah dilayani oleh Angkutan Umum 539 unit yang terdiri dari 206 (dua ratus enam) unit Angkot yang terbagi menjadi 7 (tujuh) lyn antara lain lyn A (merah), lyn B (biru), lyn C (kuning), lyn D (hijau), lyn E (putih), lyn F (hitam) dan lyn G (coklat) serta 333 (tiga ratus tiga puluh tiga) unit Angdes terbagi menjadi 7 (tujuh) lyn antara lain : lyn A.PDU/BIRU LAUT, lyn B.PDU/BIRU LAUT, lyn C.PDU/BIRU LAUT, lyn D.PDU/BIRU LAUT, lyn CS/MERAH, lyn BTS/ORANGE dan lyn NMS/HIJAU.

Kondisi sekarang keberadaan Angkot dan Andes sangat memprihatinkan. Dari 539 (lima ratus tiga puluh Sembilan) armada yang dahulu disediakan tersisa kurang lebih 20% yang beroperasi melayani masyarakat pengguna jasa. Seiring dengan perkembangan jaman keberadaan angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan semakin ditinggalkan.

Hal tersebut diakibatkan karena kemudahan masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor pribadi (sepeda motor 371.555 unit, mobil 68.703 unit), dan munculnya angkutan  berbasis online disamping itu kondisi angkutan perkotaan dan angkutan pedesaan jauh dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan aksesibitas masyarakat terhadap angkuta perkotaan dan angkutan pedesaan jauh dari kata mudah terutama masyarakat yang tidak dilayani oleh armada tersebut serta waktu tunggu sangat tinggi.

Dengan tingginya penggunaan kendaraan pribadi dan menurunnya pelayanan angkutan perkotaan dan pedesaan menimbulkan beberapa aspek antara lain :

1. Tingkat Pelayanan Jalan yang rendah

Kondisi eksisting lalu lintas di wilayah perkotaan yang tidak teratur membuat lalu lintas semakin semerawut, termasuk di Kabupaten Gresik. Banyaknya industri selain membawa dampak positif, tentunya juga membawa dampak negatif. Salah satunya adalah dampak keberadaan industri besar tersebut menimbulkan bangkitan dan tarikan pergerakan angkutan barang, yang tidak punya pilihan lain kecuali melintas pada jaringan jalan di Kawasan perkotaan, sehingga menimbulkan kemacetan terutama di jam sibuk. Dari data perhitungan LHR (Lalu lintas Harian Rata – rata) diperoleh nilai rata – rata derajat kejenuhan  sebesar 0,293 (B) digambarkan kondisi arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Data LHR tersebut diambil dari ruas jalan di perkotaan. Salah satu gambaran ruas Jalan Jaksa Agung Suprapto rata – rata kendaraan yang melintas  3.765 unit yang didominasi kendaraa roda dua ( 2.908 unit )  atau 77,23%.

2. Tingginya fatalitas kecelakaan lalu lintas;

Angka fatalitas akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia rata – rata per tahun mencapai 27 ribu jiwa (setara 3-4 orang meninggal per jam). 73% fatalitas kecelakaan lalu lintas melibatkan sepeda motor, mayoritas korban kecelakaan lalu lintas usia produktif (80%). Jumlah kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Gresik Tahun 2021 mencapai 1.080 fatalitas kecelakaan lalu lintas dari  data tersebut 823 kejadian melibatkan roda dua.(76,2%).

3. Efek Gas Rumah Kaca (GRK)

Sektor transportasi merupakan penyumbang emisi Gas Rumah Kaca kedua kurang lebih 23%. Transportasi darat merupakan penyumbang emisi terbesar yaitu sekitar 90%. Banyakya penggunaan kendaraan pribadi merupakan salah satu faktor. Secara makro, ada beberapa kebijakan yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi di sektor transportasi. Menghindari penggunaan kendaraan pribadi serta beralih ke penggunaan angkutan umum merupakan hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi di sektor transportasi.

Berdasarkan Rencana strategis Kabupaten Gresik bidang Perhubungan salah satu program kegiatan sektor transportasi adalah rencana pengembangan sistem angkutan umum;

  1. Pengaturan kembali jumlah dan pembatasan jumlah dan jenis armada angkutan umum
  2. Pengaturan kembali rute trayek angkutan umum
  3. Peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum
  4. Pengembangan angkutan massal dalam Kabupaten berbasis rel
  5. Pengembangan angkutan massal Kabupaten berbasis jalan
  6. Pengaturan kembali jumlah dan jenis armada angkutan umum

Dari Renstra tersebut diharapkan mampu menjadikan dasar kebijakan untuk mengoptimalkan pelayanan angkutan masal di Kabupaten Gresik.

**Penulis merupakan Kepala UPT P3WK Dishub Kabupaten Gresik

Rekomendasi Berita

Advertisement

Gresik Gres