GresikSatu | Merayakan lebaran Idul Fitri bersama keluarga merupakan momentum yang selalu dinanti banyak orang. Namun, bagi seorang sopir bus, momen tersebut seringkali harus terlewatkan.
Tak jarang, setiap lebaran para sopir bus ini hanya bisa bersapa dengan keluarga melalui telepon gengamnya. Kisah sopir yang tak pernah merasakan hari pertama lebaran dibagikan Sumarno (53), sopir Bus Trans Jatim jurusan Gresik-Sidoarjo.
Puluhan tahun menjadi sopir bus, ia tak pernah merasakan lebaran bersama keluarganya di kampung asalnya di Kediri. Ia mengaku sangat sedih, di saat banyak orang bisa sholat idul fitri, Sumarno masih berjibaku di jalanan dengan aspal yang dilalui.
“Tuntutan pekerjaan mau bagaimana lagi. Sebelum jadi sopir bus trans jatim, saya juga sudah sering tak ikut lebaran bersama keluarga saat masih jadi sopir bus umum,” katanya, Senin (24/5/2023).
Untuk menebus rasa dosa kepada keluarga di kampung, Sumarno punya cara sendiri. Biasanya setelah selepas tugas, ia menyempatkan diri video call bersama istri dan anak-anaknya. Hal sederhana ini cukup jadi obat rindu selema dirinya tak pulang.
“Ketika bus berhenti sampai terminal Porong atau Bunder, saya video call anak dan istri di Kediri sebagai obat rindu saat bulan Ramadan ini,” ucapnya.
Pada momen lebaran ini, dirinya bersama dua sopir lainnya bergantian mengambil liburan hari raya Idul Fitri. Baginya, kalau dikehendaki bisa memilih, Sumarno ingin sekali lebaran hari pertama bersama keluarga. Berkumpul bersama keluarga, istri dan ketiga anaknya.
“Apalagi ini momen setahun sekali, tapi gimana lagi, ini juga tanggung jawab sebagai sopir,” ujar pria yang sudah berprofesi sebagai sopir bus sejak tahun 1994 tahun silam.
Dari tanggung jawab itulah, dirinya tak lupa dengan mengirimkan sejumlah uang ke sanak famili. Pada gilirannya nanti, dirinya pun akan pulang ke Kediri. Dengan bergantian mengambil hari libur antara sopi yang lain.
“Saya ini masuk dua bus tiga sopir, dari ketiga sopir bergantian bekerja. Yang terpenting bus tetap beroperasi,” tuturnya.
Pada hari-hari biasanya, dirinya bersama para sopir lainnya yang dari luar kota, menginap di mes sopir Damri baik di area terminal Bunder maupun Porong.
“Kalau sopir sekitar sini hari kerja dua hari, libur satu hari. Sopir luar kota hari kerja 6 hari, 3 hari libur. Seperti saya libur tiga hari, pengen sekali mudik bertemu istri dan anak,” keluhnya.
Dunia sopir, menurut Sumarno adalah tentang kehidupan jalanan. Menanggung keselamatan dan keamanan penumpang. Tentu, hal ini menjadi berat.
Namun, jika bisa menikmati terasa sangat mudah dan bisa mensyukuri. Belum lagi waktu di jalan sampai menghabiskan hingga 13 jam. Mulai pukul 05.00 WIB sampai 18.00 WIB. (faiz/aam)