GresikSatu | Nyai Siti Fatimah binti Maimun saban tahun selalu diperingati haulnya oleh masyarakat Desa Leran, Manyar, Gresik. Dalam haul tahun ini, ada beberapa rangkaian kegiatan yang turut memeriahkan.
Diantaranya, pada Hari Kamis (4/5/2023) hingga Jum’at (5/5/2023), diisi kegiatan khotmil Qur’an. Kemudian saat kegiatan puncaknya Hari Sabtu (6/5/2023), yakni Tahlil Akbar dan Gebyar Sholawat. Semua kegiatan haul berpusat di sekitar Makam Panjang Siti Fatimah binti Maimun.
Sekedar diketahui, selama haul Nyai Siti Fatimah binti Maimun Leran ke – 941, jalur ke makam panjang akan ditutup. Bagi pengguna jalan, diharapkan mencari jalan lain untuk menghindari kemacetan di sekitar area haul.
“Kemungkinan akan dihadiri banyak orang, baik dari sekitar desa maupun luar daerah. Karena yang diperingati merupakan ulama besar,” kata Rizal perwakilan panitia haul Nyai Siti Fatimah binti Maimun, Jum’at (5/5/2023).
Kisah Siti Fatimah binti Maimun
Siti Fatimah binti Maimun sendiri merupakan pendakwah islam perempuan. Ia disemayamkan di Makam Panjang, yakni merupakan makam Islam tertua di Asia Tenggara. Ia datang jauh sebelum adanya Wali Songo, yakni tahun 475 H atau 1082 M.
Anak dari Sultan Mahmud (seorang saudagar kaya dari Negeri Keddah Malaka) tersebut datang ke Gresik dan singgah di sebuah Desa tepatnya Leran Manyar. Kedatangan Sultan Mahmud ke Gresik bukan tanpa maksud, namun untuk menikahkan putrinya (Siti Fatimah) dengan Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit.
“Saking niatnya dan takut kekurangan bekal, dibawanyalah tiga perahu, yang pertama berisi bahan makanan, kedua berisi barang pusaka, dan lainnya mengangkut rombongan prajurit,” tulis Kris Adji AW dalam bukunya berjudul Sang Gresik Bercerita, Jum’at (5/5/2023).
Ia bahkan mengajak adiknya, Sayyid Ja’far untuk menempuh perjalanan jauh ke Kerajaan Majapahit. Namun sayangnya, para rombongan menelan kekecewaan karena tidak disambut baik sang Raja dan hanya bertemu Patih Gaja Mada.
“Raja Brawijaya sedang duduk santai menikmati daun sirihnya, alias sedang nyusur, maka Patih Gajah Mada pun menyampaikan bahwa raja sedang tidak bisa diganggu. Meski begitu Sultan Mahmud tetap setia menunggu,” imbuhnya.
Sampai akhirnya Sultan Mahmud dan Sayyid Ja’far pamit undur diri pulang, namun diamanahkannya 2 buah delima untuk disampaikan kepada Raja. Buah delima tersebut berisi perhiasan emas dan permata. Saat mengetahui hal tersebut, sang raja meminta patihnya memanggil rombongan tadi, tapi Raja tetap saja membuat rombongan menelan kenyataan kedua kalinya.
Setelah gagal menikahkan putrinya, Sultan Mahmud memutuskan untuk kembali ke Negeri Keddah Malaka dan menitipkan putrinya kepada sang adik.
“Tak lama sepulangnya Sultan tersebut ke Malaka, Desa Leran terserang wabah penyakit bernama To’un, dimana seseorang yang terserang penyakit tersebut di pagi hari maka di sore harinya orang tersebut meninggal dunia. Penyakit To’un juga menghinggapi Fatimah, putri dari Sultan Mahmud yang akhirnya meninggal di Desa Leran,” pungkasnya.
Siti Fatimah binti Maimun bisa disebut sebagai tokoh sentral islamisasi Jawa khususnya Gresik karena inskripsi nisan yang terpahat. Batu nisannya ditulis dalam bahasa arab dengan huruf kaligrafi bergaya kufi. Terdiri dari 7 baris dengan diawali ucapan basmalah dan kutipan ayat Al-Qur’an (Surat ar-Rahman ayat 25-26). (ovi/aam)