Kisah KH Syafi’i Tokoh Desa Pongangan yang Punya Kesaktian Ilmu Lipat Bumi

GresikSatu | Kabupaten Gresik memiliki hubungan erat dengan perkembangan Islam di tanah Jawa. Seiring sinar kewalian Sunan Giri, Gresik juga diposisikan sebagai kota santri.

Penobatan Kota santi, tak bisa lepas dari banyaknya pondok pesantren yang berdiri. Santri menimba ilmu dengan kyai yang diyakini memiliki segudang ilmu agama.

Salah satu sosok kyai masyhur asal Gresik adalah KH Syafi’i, yang makamnya berada di Desa Pongangan, Kecamatan Manyar. Hingga kini, sosok kewaliannya masih melekat. Bahkan, setiap tahun masyarakat sekitar merayakan hari meninggalnya dengan gelaran acara yang megah.

Menurut Gus Najib cicit generasi ke-4 KH Syafi’i, nenek moyangnya merupakan sosok ulama yang banyak menjadi rujukan di masa hidupnya. Bahkan namanya melambung di pelosok Gresik dan Surabaya.

Konon, salah satu kesaktiannya adalah mampu menguasai ilmu lipat bumi. Yakni perjalanan lintas kota ditempuh dalam waktu singkat. Seperti dikisahkan, ketika itu KH Ahmad Dahlan Jogja dikabarkan telah meninggal dunia.

[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Baca Juga” background=”” border=”” thumbright=”no” number=”4″ style=”list” align=”none” withids=”” displayby=”cat” orderby=”rand”]

Kemudian, Kyai Zubair Karim yang juga ulama Gresik, sowan ke Mbah Idris Leran berniat takziyah. Lalu Zubair yang kini namanya juga diabadikan sebagai nama jalan di Gresik, diarahkan untuk sowan ke KH Syafi’i.

Baca juga:  Mengenal Tradisi Parade Kurban di Gresik, Arak-arakan Kambing Menyambut Hari Raya Idul Adha

Karena mendesak hendak takziyah ke Jogja, dua ulama besar itu menaiki kereta kuda atau dokar. Dengan ilmu kesaktian yang dimilik KH Syafi’i, kereta kuda yang menjadi trasportasi populer di masanya, itu begitu cepat melaju. Sampai akhirnya menjumpai proses pemakaman KH Ahmad Dahlan yang berada di Jogja.

“Kelebihan kanuragan yang dimiliki salah satunya adalah ilmu Lempit Bumi, perjalanan lintas kota atau daerah hanya dapat ditempuh dalam waktu yang cukup singkat,” katanya, Jum’at (7/1/2022).

Keturunan Sunan Giri

Julukan kecilnya adalah Saeng. Setelah menunaikan ibadah haji namanya berubah menjadi KH Mohammad Syafi’i. Dia anak ke-3 dari 10 orang bersaudara. Syafi’i dilahirkan oleh sepasang suami istri yang bernama Raden Singousul dan Raden Ajeng Samiani.

Jika diurutkan dari garis silsilah, KH Syafi’i merupakan keturnan dari Kanjeng Sunan Giri ke – 11. Sedangkan Gus Najib cicit KH Syafi’i keturunan ke 15 atau yang terakhir dari Sunan Giri.

Untuk jalur pendidikannya, ia dahulu pernah ngaji kepada Mbah Idris Leran, kemudian mondok di Ponpes Qomaruddin menjadi santri dari Mbah Sholeh Sanin.

“Selain itu, beliau juga pernah belajar kedikdayaan atau ilmu kanuragan kepada keponakan sekaligus menantunya Mbah Sholeh, yang bernama Mbah Abdur Rohman,” terangnya.

Baca juga:  Rebo Wekasan, Tradisi Tahunan Desa Suci Gresik Warisan Sunan Giri

[penci_related_posts dis_pview=”no” dis_pdate=”no” title=”Baca Juga” background=”” border=”” thumbright=”no” number=”4″ style=”list” align=”none” withids=”” displayby=”cat” orderby=”rand”]

Selain menjadi seorang kyai sakti mandraguna, KH Syafi’i dahulunya juga pernah menjabat Kepala Desa Pongangan periode ke tiga. Dahulu Pongangan masih desa baru, yang sebelumnya masuk dalam peta Kawedanan Suci.

Sebelum ada istilah kecamatan, masih ada kawedanan yakni, di daerah Suci. Dibuktikan dengan pemakaman sebelah Mbah Syafi’i, ada makam dari wedana (camat) Suci.

Untuk menghormati perjuangan, namanya kini menjadi nama jalan dari Bunder hingga Tenger. Banyak masyarakat memperingati haulnya setiap 28 robiul akhir, ba’da maulud sesudahnya Rabu wekasan. Tradisi tersebut selalu disambut meriah.

Seperti  tiga tumpeng raksasa setinggi 2 meter, di kirab sepanjang jalan raya Pongangan menuju Makam KH Mohammad Safi’i. Usai di doakan, ratusan warga langsung berdesak-desakan merebut tiga tumpeng raksasa yang terbuat dari nasi kuning dan buah-buahan. 

“Masyarakat percaya jika memakan tumpeng akan mendapat berkah dari doa bersama. Selain bertujuan sebagai wujud syukur atas melimpahnya hasil bumi, arak-arakan tumpeng raksasa dilakukan untuk penolakan bala’ dan pengharapan yang lebih baik di tahun mendatang,” pungkasnya. (sah)

Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler

spot_img