Kisah Peternak Ayam Pullet di Gresik, Penuhi Kebutuhan Gizi Masyarakat hingga Menuju Swasembada Pangan 

GresikSatu | Panas terik matahari menunujukkan pukul 14.00 WIB, sepeti biasa Maslukin salah satu peternak di Kabupaten Gresik monitoring ribuan ekor ternak ayam miliknya. Ada sekitar 24.000 ekor ayam yang harus dilakukan pembibitan. Mulai dari memberi pakan, menata suhu, memberikan suplemen, dan air, layaknya umumnya mahluk hidup.

Maslukin mulai menggeluti usaha ayam pullet, sudah berjalan sekitar sejak 2019 silam. Dari usaha tersebut, alumni Ponpes Mambaus Sholihin Suci, Gresik ini, menyakini potensi bisnis di du dunia peternakan sangat menjanjikan, serta turut andil berkontribusi untuk negara.

“Ini bisnis yang sangat potensial dijalani, sederhananya Indonesia pendudukanya sangat padat dan banyak, orang pasti butuh makan, salah satu makan yang bergizi mengandung protein dari produk peternakan,” ucap Maslukin, saat ditemui di kandangnya di Desa Ngawen, Kecamatan Sidayu, Gresik, Juma’t (20/9/2024).

Bahkan, dari setiap ekor ternak ayam pullet, selain punya nilai inovasi kesehatan dan ekonomi, juga tidak lepas dengan Swasemabada. Kata Swasembada, menjadi misi khusus baginya.

”Karena masyarakat Indonesia butuh Swasembada. Disitulah makna kontribusi peternak kepada negara,” lanjut Maslukin sembari memberi pakan ayam yang masih berusia 4 hari.

kisah peternak ayam pullet di gresik, penuhi kebutuhan gizi masyarakat hingga menuju swasembada pangan 1
Maslukin saat menunjukkan lampu untuk suhu hangat ayam yang berasal dari energi gas elpiji di kandangnya (Foto :Faiz /Gresiksatu.com)

Swasembada ini, juga pendorong sekaligus motivasi kepada peternak dalam menjaga ketahanan pangan di dalam negeri. Bagaimana stok pangan melimpah dan dinikmati oleh warga Indonesia dengan harga yang terjangkau.

“Menurut hemat saya, kalau daging ayam, telur ayam terjangkau. Semua masyarakat dari kelas ekonomi tingkat bawah hingga atas bisa membeli produk tersebut. Artinya sumber protein hewani yang terjangkau oleh masyarakat sampai kelas terendah, itu adalah telur,” tuturnya.

Baca juga:  Penemuan Situs Purbakala, Disparekrafbudpora Gresik Akan Limpahkan Penelitian ke BPCB 

“Tidak mungkin setiap hari orang makan daging sapi, tapi kalau telur, semua orang bisa makan. Maka pekerjaan ini juga upaya menuju ketahanan pangan,” jelasnya.

Selain itu, dari usaha peternakan ini, Maslukin bisa membuka lapangan pekerjaan. Saat ini sudah ada 8 pekerja yang siap membantunya. Mereka melakukan banyak tugas, diantaranya, melakukan proses vaksin, pemeliharaan, tangkap, panen, hingga bagian kotoran.

Di kandang seluas 1,3 hektar, Maslukin melakukan panen ternak sebanyak lima kali dalam dua tahun. Ribuan ekor ayam yang berusia lebih dari empat bulan siap didistribusikan kepada peternak ayam petelur. Dalam waktu sekitar 136 hari, ayam-ayam tersebut sudah mulai bertelur.

Dari Kandang Postal yang terletak di Desa Wadeng, Kecamatan Sidayu, Gresik, Maslukin membesarkan ayam sebelum memindahkannya ke kandang baterai untuk ayam petelur. Proses pemindahan dilakukan saat ayam berusia 121 hari. Ayam-ayam ini biasanya didistribusikan ke wilayah sekitar Surabaya Raya, Cirebon, dan Pemalang, baik untuk usaha keluarga maupun perusahaan.

“Nantinya di usia 136 hari, kalau ayam sehat sudah banyak tertelur. Tinggal mendistribusikan ke para tengkulak untuk dijual. Jadi dari 24.000 ekor ayam, sekitar usia 116 hari sudah siap panen. Dalam kurun 2 tahun bisa panen 5 kali. Karena dalam usia 129 hari harus habis, artinya telur harus diditribusikan dan dijual,” papar pria usia 36 tahun.

Baca juga:  Klenteng Kim Hin Kiong Gresik Rayakan HUT ke 870 Tahun

Namun, perjalanan Maslukin tidak selalu mulus. Salah satu tantangan terbesar adalah fluktuasi harga pakan yang kerap melonjak.

“Kalau musim hujan dan panas biasanya saja. Kalau musim hujan, untuk ayam DOC membutuhkan mesin penghangat yang lebih ekstra, dibanding musim kemarau,” tandasnya.

Maslukin berharap kepada pemerintah hadir, kepada peternak untuk memastikan harga pakan terjangkau oleh peternak. Sekaligus ada pembinaan kepada peternak muda maupun tua.

“Sekian tahun, saya tidak pernah dipanggil pemerintah untuk dibina. Padahal, peternak turut serta membantu pemerintah dalam hal ketahanan pangan, perekrutan tenaga kerja, yang sebelumnya nganggur,” terangnya.

“Kita sesama peternak juga ada komunitas, belum ada pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan pemerintah. Namun, kami terbantu dari kemajuan teknologi, mulai browsing dan care refrensi di internet, dan rembuk dari cerita peternak yang sudah berpengalaman,” tambahnya.

Pemberdayaan dari pemerintah juga bisa hadir mendukung. Karena selama ini, berjalan sendiri. Tidak ada dukungan pemerintah, misalnya untuk pemanas, masih banyak peternak yang menggunakan gas elpiji subsidi. Pemerintah hanya mengimbau untuk tidak menggunakan elpiji subsidi, tapi tidak ada solusi.

“Seharusnya, kalau tidak boleh melakukan elpiji subsidi, solusinya gas misalnya. Peternak pasti mau, dari pada menggunakan tabung elpiji subisid yang kadang-kadang langkah. Sesuai regulasi juga tidak boleh tabung subsidi untuk usaha,” pungkasnya.

Reporter:
Mifathul Faiz
Editor:
Aam Alamsyah
Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler