Kisah “Rongsang” dalam Pameran Seni Rupa di Gresik

Kelompok seni rupa baru terlahir di Gresik, yaitu: Anak Baru Gedhe (ABG). Mereka adalah para perupa asal Gresik yang kebetulan menimba ilmu seni rupa di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Sebagai kegiatan pertama kelompok seni rupa ABG, mereka menggelar pameran seni bertajuk “Rongsang”. Menurut Kamil, salah satu anggota kelompok seni rupa ABG, kata “rongsang” diambil dari bahasa masyarakat di Pulau Bawean yang berarti resah. Dan resah menjadi tema untuk pameran “Rongsang” di Senja Jingga Art Space, Gresik (22-24 April 2022).

Berbeda dengan pameran-pameran sebelumnya di Senja Jingga Art Space, pameran “Rongsang” tidak menggunakan catatan kurator atau pun pengantar pameran. Jadi, kita memiliki pelbagai arah untuk menangkap pemaknaan dari karya pertama, karya kedua, karya ketiga, karya keempat, karya kelima, dan seterusnya. Meski begitu, kata “rongsang” atau “resah” dapat menjadi kata kunci untuk meraba maksud visual dari setiap karya mereka.

Ada sembilan perupa ABG yang memamerkan karya-karyanya. Sembilan perupa tersebut berlatar dari angkatan yang berbeda di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya, yaitu: angkatan 2017 (dua perupa), angkatan 2018 (tiga perupa), dan angkatan 2019 (empat perupa). Kita bergirang hati karena sembilan perupa itu memiliki satu pandangan kerja kolektif sehingga melahirkan kelompok seni rupa ABG. Kita mengharap kerja kolektif tersebut berlanjut demikemungkinan seni rupa di Gresik dan di luar Gresik.

Di sini, karena keterbatasan ruang tulisan, saya hanya menikmati karya-karya dari tiga perupa kelompok seni rupa ABG. Selamat membaca.

Poster kegiatan dalam pameran “Rongsang”
Sumber: https://www.instagram.com/abgkolektif/

Keresahan

Tiga anak berbeda usia duduk di lantai dan bersandar di dinding.Saya menduga: anak yang besar berusia 14 tahun; anak yang sedang berusia 9 tahun; dan anak yang kecil berusia 5 tahun. Sorot mata mereka sama-sama mengarah ke layar telepon pintar. Barangkali mereka sedang menonton video di sebuah aplikasi. Di sekitar mereka, saya melihat coretan gambar tak utuh di dinding bewarna abu-abu, serta empat bungkus makanan ringan dan satu kotak minuman susu berserakan di lantai bewarna coklat muda (hampir senada warna kulit).

Baca juga:  Sholihul Huda yang Datang dan Berproses di Gresik

Deskripsi itu adalah visual dari karya Choirunisak yang berukuran 70 x 60 cm; berbahan akrilik di atas kanvas; bertarikh 2022; danberjudul “Yang Dilazimkan”. Dari judul dan visual yang dihadirkanChoirunisak, kita meraba keresahannya, yaitu: kelaziman anak-anak memanfaatkan teknologi telepon pintar. Bisa saja, akibat pemanfaatan teknologi telepon pintar, tiga anak jadi cuek membuang empat bungkus makanan ringan dan satu kotak minuman susu ke tempat sampah. Tapi kita menafsir ulang, karena kita janganmenggeneralisasi salah satu dampak negatif pemanfaatan teknologi bagi anak-anak.

“Yang Dilazimkan” karya Choirunisak
Foto: Aji (2022)

Teknologi pintar memiliki manfaat bagi pendidikan. Kita mengingat sejak pandemi Covid-19, teknologi telepon pintar membantu anak-anak untuk bersekolah daring. Atau, jangan-jangan, sebenarnyaChoirunisak ingin menggambarkan sesuatu yang lazim di sekitarnya, misal anak-anak yang “anteng” menonton layar telepon pintar daripada mencorat-coret dinding. Kita bisa memperoleh makna itu karena banyak sebab dan akibat antara hubungan corat-coret di dinding; tiga anak melihat layar telepon pintar; serta serakan empat bungkus makanan ringan dan satu kotak minuman susu.

Lain itu, saya melihat enam karya tertata rapi dari karya Ilma. Enam karya itu berukuran 30 x 25 cm, berbahan akrilik di atas kanvas, bertarikh 2022, dan berjudul “Sudah Tercemar”. Sesuai judulnya, saya melihat visual sampah bersama ikan yang berenang. Jika menelisik salah satu jenis ikan di enam karya, saya merasa ada ikan mas. Artinya, sampah dalam enam karya ilma berada di sungai.Saya jadi menggariskan keresahan Ilma adalah masalah lingkungan di sungai. Keresahan tersebut juga menjadi keresahan kita agar tidak merusak ekosistem di lingkungan.

“Sudah Tercemar” karya Ilma
Foto: Aji (2022)

Apalagi, pembukaan pamerang “Rongsang” tepat pada tanggal 22 April 2022, di mana secara bersamaan kita sedang memperingati Hari Bumi. Karya Ilma (dan beberapa karya perupa lain dalam pameran “Rongsang”) yang mevisualkan masalah lingkungan seolah cermin bagi kita untuk introspeksi diri. Kita jadi mengingat beberapa slogan pada poster bertema lingkungan, seperti: “Biru langitku, hijau bumiku”; “Tanam pohon untuk masa depan”; “Bersih itu indah”; “Pikiran bersih, lingkungan jernih”; hingga “Tanamlah pohon lestarikan lingkungan”.

Baca juga:  Matapena: Ayo Menulis dengan “Pergi ke Danau”

Tapi keresahan bisa dari cara pandang lain tanpa kita duga, seperti dua karya dari perupa lain, yang bernama Kamil: yang berukuran 36 x 27 cm; berbahan tinta pulpen di atas kertas; bertarikh 2022; dan berjudul “Studi Garis”. Dalam karya “Studi Garis”, saya melihat tiga arah garis: diagonal, vertikal, dan horizontal. Saya meraba Kamil begitu telaten konsisten menggurat raut garis lurus secara pendek dan panjang. Tiga arah garis juga diatur Kamil secara komposisi sehingga menyerupai kontur bukit atau kaki gunung. Kita jadi berasosiasi pada petak-petak sawah berundak.

“Studi Garis” karya Kamil
Foto: Aji (2022)

Hasil garis yang dipelajari Kamil bukanlah sesuatu yang kita cari. Tapi saya coba memahami bagaimana pergulatan Kamil dengan garis. Lewat karya “Studi Garis”, keresahan yang dihadirkan Kamil adalah ketidaktenangannya mengurai salah satu unsur rupa. Perihal ini menandakan kerja perupa bukan hanya soal ide, melainkan teknik. Dan kita tahu, rupa terbentuk dari titik yang bergerak jadi garis; dari garis yang bergerak jadi bidang; dan dari bidang bergerak jadi volume. Garis seolah eksperimen Kamil untuk menuju ke bentuk bidang dan volume.

Begitulah, saya menikmati kisah “Rongsang” yang tervisualkan dari karya tiga perupa kelompok seni rupa ABG. Barangkali ada yang luput dalam menikmati kisahnya. Tapi, maklumlah, visual ditangkap oleh mata yang menghasilkan pemaknaan. Tentu, pemaknaan itu akan berbeda oleh setiap mata. Sebagai penutup, kita mengucapkan selamat atas kelahiran kelompok seni rupa ABG. Selamat telah menggelar pameran “Rongsang”. Semoga ada pameran lagi darikelompok seni rupa ABG ke depan, baik di Gresik dan di luar Gresik.**

 

Catatan: Kolom Sastra GresikSatu diasuh oleh penyair dan penikmat seni rupa Aji Saiful Ramadhan yang tinggal di Gresik.

Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler