GresikSatu | Menyongsong Hari Kartini, Kopri PC PMII Gresik menggelar webinar perempuan dalam belenggu UU Cipta kerja. Bagaimana ketertindasan perempuan semakin massif dalam produk hukum legal.
UU Cipta Kerja berangkat dari Omnibus law, adanya substansi yang hampir sama sehingga menuai pro kontra besar dari masyarakat indonesia. Pasalnya dinilai menciderai hak-hak serikat pekerja, bahkan semakin menyengsarakan para pekerja perempuan.
Lingkar Studi Perempuan (LSP) Kabupaten Gresik Hilda Azhura mengungkapkan bagaimana perjuangan perempuan yang ditandai dengan serikat buruh perempuan mampu menghasilkan perubahan besar.
“Sejarah panjang gerakan perempuan berangkat dari kesadaran progresif. Realitas sosial menjabarkan eksploitasi domestik, publik, hukum, hingga cerobong asap. Perempuan menjadi objek paling rawan mengalami ketertindasan,” ungkapnya, Minggu (16/4/2023).
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Surabaya Fahmi Ardiyanto menjelaskan sengkarut Omnibus Law Cipta Kerja yang memaksakan kepentingan oligarki dan mengesampingkan partisipasi publik atau keterbukaan.
“Ihwal kegentingan yang memaksa ini bersifat subjektif dan tidak ilmiah pada sektor ketenagakerjaan,” jelasnya.
Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja mengandung banyak masalah baik aspek formil dan materil. Imbas luas yang dirasakan adalah fleksibilitas hubungan kerja, fleksibilitas waktu, serta fleksibilitas upah.
“Mengejar dalih adaptasi situasi global melalui produk hukum yang memaksa ini kurang relevan. Sebab dampak lain yang ditimbulkan dari UU Cipta Kerja dalam klister ketenagakerjaan yakni minimnya kepastian kerja, beban kerja tinggi, hingga upah murah,” tuturnya. (ovi/aam)