Lestarikan Budaya Macapat Gresik, Yayasan Gang Sebelah Rilis Pemutaran Film Mat Kauli 

GresikSatu | Komunitas pencinta seni dan budaya, Yayasan Gang Sebelah merilis Film Dokumenter dan Audio Book Mat Kauli, seorang Maestro Macapat Gagrag Gresik. Kegiatan ini, merupakan upaya dari pelestarian budaya Macapat Gresik yang kian langkah dijumpai.

Bertempat di Cafe Sualoka, Kampung Kemasan, Kelurahan Pekelingan, Kecamatan/Kabupaten Gresik, acara pemutaran film dihadiri para budayawan, pegawai Disparekrafbudpora, serta masyarakat sekitar.

Acara pemutaran film semakin meriah dan khidmat, dengan penampilan tarian Nyai Geng Pinatih, serta Macapatan yang dibawakan oleh kolega Mat Kauli mbah Sumarmo.

Pemutaran film dokumenter Sang maestro penembang Macapat Gagrag Gresik itu, berdurasi 33 menit 9 detik. Menceritakan sekilas kehidupan Mat Kauli. Mulai dari keluarga, perjalanan hidupnya dan sosok Mat Kauli dari kelurga, kolega, dan tokoh budayawan, serta menceritakan ciri khas senggaan.

Ketua Pelaksana Rilis Film Dokumenter & Audio Book, Qonita Riska Syafana mengatakan hasil karya film dokumenter dan audio book ini, dilakukan oleh tim dari Yayasan Gang Sebelah dalam kurun waktu 6 bulan melakukan riset, wawancara dan menggali data tentang Mat Kauli.

“Ini hal yang harus dilestarikan, alhamdulillah rilis film dokumenter dan audio book ini, dapat fasilitas dari Kemendikbudristek dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (Lpdp) melalui Dana Indonesiana,” ucapnya, Sabtu malam (24/8/2024).

Menurut dia, hal yang melatar belakangi perilisan film dokumenter ini, agar generasi muda bisa belajar kebudayaan Macapat melalui film atau audio booknya.

“Apalagi Mbah Mat masih sehat, apa salahnya membuat dokumentasi agar anak-anak muda bisa belajar dari film dokumenter dan audio booknya,”ujarnya.

Diakuinya, kali ketemu Mbah Mat belum ada kepikiran bikin film, hanya sebatas buat acara kebudayaan saja. Selanjutnya, pihaknya punya inisiatif daftar ke Kemendikbudristek, hingga akhirnya melakukan riset, wawancara dan sering ke rumah mbah Mat Kauli.

“Jadilah film dokumenter ini,” imbuhnya.

Ketua Yayasan Gang Sebelah, Hidayatun Nikmah menuturkan, bahwa Isi film menceritakan bagaimana kisah kehidupan sehari-hari sang maestro, pertama kali nembang macapat hingga usia ke 93 tahun ini, dan apa saja penghargaan yang diraihnya.

Baca juga:  Ayah Pembunuh Anak di Gresik, Akan Didakwa Pasal Berlapis

“Tentu ada pesan moral, yang dibacakan Mat Kauli. Mulai dari fase kehidupan mulai dari kandungan hingga kematian. Bagaimana laku manusia sendiri,”tuturnya.

“Kedepan bagimana nantinya kami menyebar luaskan karya film dokumenter ilmu yang mbah Mat Kauli punya ke sekolahan, dan kampung kampung. Agar Macapat terus bisa lestari dan kian eksis, khususnya di kalangan generasi Z,” tambahanya diamini oleh Bendahara Pelaksanaan rilis film dokumenter, Dewi Nastitia Nindia.

Pembina Yayasan Gang Sebelah Dewi Musdalifah menambahkan, bahwa kerja kebudayaan itu, melestarikan dan merawat.

“Melestarikan budaya masa lampau, sedangkan merawat, menumbuhkan kebudayaan masa kini, dan masa depan. Itu visi kami untuk menguat gerakan kebudayaan menggabungkan melestarikan dan merawat,” tambahnya.

Karena, lanjut dia, Yayasan ini berdiri lahir dari gang kecil, yang diharapkan menuju jalan raya yang lebih besar lagi.

“Kami harap ada banyak nanti masyarakat yang mengunjungi komunitas Gang Sebelah, maupun Gresiknesia, Omah Nyai dan Sualoka. Mari manfaatkan tempat ini, untuk kegiatan kebudayaan Gresik,” pungkasnya.

Salah satu eluarga Mat Kauli Uman Iswahyudi mengaku tersanjung dengan film dokumenter hasil karya dari Gang Sebelah.

“Terima kasih Masyarakat dan Pemerintah yang sudah memperhatikan meskipun hanya sebagai pewaris. Semoga ada regenerasi yang sudah dilakukan bapak saya, untuk melestarikan moncopat Gagrag Gresik,” harapnya.

Di akhir acara, sesi diskusi dengan tiga narasumber Dari Disparekrafbudpora, Ketua Panitia dan Kolega Mat Kauli, yang membicarakan mbah Mat Kauli dengan tema ” Mendengar Kolektif, Bertutur Objektif”.

Sekedar informasi, Mat Kauli adalah Seorang pegiat seni Macapatan Gresik kelahiran 1 Mei 1931. Beliau belajar macapat langsung dari alm Ayahnya, Niti Sastro Samardi, sejak usia 17 tahun. Mat Kauli disebut sebagai penerus Almarhum Mbah Nurhasyim, salah satu pembaca macapat asal Desa Lumpur Gresik yang membawakan Macapat dengan Cengkok Pesisiran.

Baca juga:  4 Manfaat dan Cara Merebus Daun Sirih Merah untuk Herbal

Macapatan merupakan tradisi Gresik sejak zaman Sunan Giri. Berdasarkan sejarah, Sunan Giri lah pencipta dari gendhing Asmaradhana dan Pucung yang menjadi beberapa jenis Macapat paling digemari oleh masyarakat.

Mat Kauli hanyalah seorang lulusan dari Sekolah Rakyat (SR) Tingkat III. kini beliau memiliki 28 cucu dan 13 cicit.

Mat Kauli adalah satu-satunya pelantun macapat gaya Gresik yang masih tersisa. Beliau juga merupakan salah satu seniman macapat Gresik yang mengulas kisah Sunan Giri di dalam Serat Centhini. Selain itu Mat Kauli menyimpan beberapa naskah tua dalam Aksara Pegon dan Jawa yang bisa ditemui di kediamannya di Desa Gemantar (Gumantar) Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.

Mat Kauli telah aktif bermacapat sejak tahun 1949 dan masih terus berkarya hingga sekarang. Beliau sangat ingin tradisi macapatan, khususnya macapat Gresik tetap lestari. Di usianya yang senja, beliau tetap aktif mengisi acara macapatan di berbagai tempat di Gresik bahkan di luarkota. Saat ini beliau rutin mengisi acara di kantor Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik. Di sana ada beberapa orang yang belajar membaca tulisan aksara Jawa kuno.

Selain mengajar tanpa pamrih, beliau juga rela menulis ulang buku peninggalan almarhum ayahnya Niti Sastro Samardi. Mat Kauli mengalihaksarakan huruf Jawa ke tulisan Latin dengan tujuan agar semua orang bisa membaca bunyi tulisan meskipun tidak tahu artinya.

Untuk menyelesaikan misi itu beliau bekerja siang hingga malam. Beliau membutuhkan waktu sekitar 14 bulan mulai dari 10 Juli 2010 sampai 10 Agustus 2011 untuk menuntaskan pekerjaan tersebut. Buku yang dalam bahasa Jawa hanya setebal 995 halaman itu bertambah menjadi 2.222 halaman setelah diterjemahkan dalam huruf Latin karena banyak ungkapan dalam aksara Jawa yang perlu penjelasan panjang lebar dalam huruf Latin.

Reporter:
Mifathul Faiz
Editor:
Aam Alamsyah
Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler