GresikSatu | Bagi warga Kabupaten Gresik, belum pas rasanya jika belum menikmati warung rawon buntut milik Mohammad Nur Syamsi (76) di Jalan Pahlawan, Kelurahan Telogobendung, dekat Masjid Jamik. Warung yang berdiri mulai tahun 1985 ini punya ciri khas tersendiri.
Ia menyajikan rawon dengan buntut daging sapi tapi tanpa lemak. Tentu proses menghilangkan lemak dari daging, tidak lah mudah. Harus diolah beberapa kali sampai lemak di dalam daging sapi hilang. Mohammad Nur Syamsi atau Cak Moek punya cara tersendiri, sehingga daging bisa disantap dengan lezat.
Nah, bagi Anda yang ingin menurunkan berat badan, rawon Cak Moek bisa menjadi makanan andalan. Tidak perlu takut memikirkan berapa kalori yang dimakan saat menyantap rawon daging sapi buntut. Sang pemilik sudah lebih dulu mengolah daging dengan bebas lemak.
“Dulu awalnya buat rawon buntut karena ingin berbeda dengan rawon lainnya. Apalagi daging buntut biasanya disajikan dengan sop, namun yang ini disajikan dengan rawon,” ungkap Moek, Minggu (5/12/2021).
Baca Juga : Sego Roomo, Makanan Khas yang Hanya Ada di Gresik
Cara membuat rawon buntut tanpa lemak ternyata memiliki proses yang panjang. Daging harus diolah sampai beberapa kali. Pertama, daging harus dipisahkan dengan lemaknya. Kemudian dipotong-potong disaring lemaknya.
Lalu daging yang sudah dipotong diberikan bumbu dan dibiarkan selama beberapa menit. Dari sana lemaknya akan keluar lagi. Tidak berhenti disitu, supaya lebih bersih lagi daging yang hendak disajikan disaring lagi lemaknya.
Sedangkan untuk membuat rawonnya sendiri, Moek tidak punya racikan khusus. Rawon diracik seperti pada umumnya yang disajikan pada umumnya. Yang membedakan hanya buntut daging sapi tanpa lemak.
“Jadi bagi pengunjung yang tidak suka makanan berlemak jangan khawatir menikmati makanan rawon buntut, karena lemaknya sudah disingkirkan,” jelasnya.
Selain makanan, warung Cak Moek ini juga memiliki minuman andalan. Yakni wedang pokok dan wedang secang. Minuman ini diyakini berkhasiat tinggi bagi kesehatan dan mampu meningkatkan imun. Ramuannya, terderi dari jahe, kayu manis, cengkeh, pandan dan gula merah.
Untuk menikmati makanan rawon buntut milik Moek, pengunjung harus rela membayar sebesar Rp 55 ribu untuk satu porsi. Rawon biasa senilai Rp 35 ribu dan wedang pokok dan secang masing-masing senilai Rp 7 ribu.
Bagaimana Moek membangun usahanya sehingga mampu bertahan sampai sekarang. Ia menceritakan, mendirikan bisnis kuliner ini bermula saat Moek dipecat dari pekerjaanya 35 tahun silam. Kemudian ia memulai memikirkan usaha yang bisa dibuat jangka panjang.
“Bangun warung ini juga tidak tiba-tiba langsung jadi, saya konsultasi dengan tetangga. Bahkan untuk penyajian menu pun saya tanyai kurangnya apa, supaya bisa layak jual dan lezat,” tuturnya. (sah)