Pentingnya Pendidikan Kebencanaan 

Oleh : Priyandono 

Bencana banjir kembali menyapa Gresik. Hujan yang mengguyur di kawasan hulu pada Rabu (9/2) mengakibatkan setidaknya 1.809 rumah di desa Ngampel, Dapet, Wotansari, Sekarputih, Karangsemanding, Pucung dan Banjaragung Kecamatan Balongpanggang terendam banjir akibat lupan Kali Lamong. Bahkan Infrastruktur jalan dikabarkan juga ada yang tergenang air.

Kenyataan di atas seolah menjadi pembenar ungkapan masyarakat: rendheng gak iso ndhodok, ketigo gak iso cewok. (Musim hujan tidak bisa jongkok, musim kemarau tidak bisa cebok).

Tidak hanya banjir akibat curah hujan tinggi saja yang mengintai, tapi banjir rob juga patut diwaspadai. Sementara ketika memasuki musim kemarau bencana kebakaran dan kekeringan juga berpotensi menjadi sebuah ancaman. Sebuah kenyataan bahwa kita ini hidup berdampingan dengan ragam dan jenis bencana.

Saez Ortega dalam artikelnya Ecologia, Diccionario de Pensamiento Contemporaneo (Madrid: San Pablo 1997) mengatakan, salah satu penyebab dari sebuah bencana adalah karena manusia mengabaikan logos, tetapi justru mengagungkan nomos. Seharusnya, logos yang dimaknai sebagai prinsip atau nilai mendapat prioritas utama, karena dalam logos yang diutamakan adalah makna yang melekat pada setiap pribadi manusia.

Baca juga:  Membangun Mental Prestatif

Alam memang diciptakan untuk manusia. Kalau untuk memenuhi kebutuhan manusia lebih dari cukup, tapi terasa kurang kalau untuk memenuhi nafsunya, sehingga upaya pemenuhannya pun kerap dilakukan secara eksploitatif. Pembalakan liar (illegal logging), misalnya.

Abdul Munir Mulkan (2007) mengungkapkan sumber dari bencana alam adalah karena manusia melupakan kesalihan natural, meski kesalihan ritualnya terus meningkat. Manusia lupa, merusak alam adalah perbuatan dosa kepada Tuhan. Akan tetapi ada yang beranggapan dosa merusak alam dianggap tidak sebesar dosa berzina. Kesalihan natural memang tidak bisa menjamin keselamatan manusia setelah latian, tetapi dapat membebaskan manusia dari bencana alam. Sebaliknya, kesalihan ritual dapat menjamin manusia setelah kematian, tetapi belum tentu dapat membebaskan manusia dari bencana alam

Bencana harus segera ditanggulangi sebelum memakan banyak korban atau bahkan terjadi tragedi kemanusiaan yang memilukan. Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana harus terus dikampanyekan dan dilaksanakan. Terlalu mahal, bila harus membayar setiap kesalahan dan kecerobohan terhadap alam dengan sebuah bencana.

Baca juga:  Pilkada Gresik, Perang Tanpa Tanding?

Pemerintah Kabupaten Gresik telah melakukan normalisasi Kali Lamong di Gresik dan kabarnya akan masih terus dilakukan. Upaya positif ini harus diimbangi dengan pendidikan pebencanaan. Hal ini penting untuk meningkatkan kemampuan mitigasi bencana. Peserta didik juga harus diedukasi agar memahami Mother Nature tempat mereka berpijak. Ini penting, sebab pemahaman yang benar atas Mother Nature akan berdampak pada meningkatnya kemampuan mengurangi risiko bencana.

Sekolah memiliki tanggung jawab
besar dalam membentuk pribadi-pribadi yang paham benar terhadap potensi bencana di lingkungan tempat mereka tinggal. Semakin banyak sekolah yang mengembangkan pendidikan kebencanaan, ke depan akan semakin banyak pula anak-anak di Gresik yang memiliki kemampuan mitigasi atau ketahanan menghadapi bencana. **

 

Penulis adalah, Pengawas Pembina Dispendik Prov Jatim

 

Rekomendasi Berita

Advertisement

Terpopuler

spot_img