Puisi Cinta Memiliki Makna

Cinta memiliki makna penting bagi manusia. Berulang kali manusia mendapatkan spirit dari cinta demi ungkapan kedekatan dengan sesuatu. Sering pula cinta diperlihatkan sebagai luapan emosi manusia sehingga tak terikat di hati manusia yang lain. Barangkali cinta lebih luas dari semua itu.

Kita teringat pada kutipan di buku The Art of Loving (Erich Fromm, 2005: 78): “Jika kita bisa mengatakan kepada seseorang, “Aku cinta padamu,” maka kita harus mampu mengatakan, “Di dalam dirimu aku mencintai semua orang, melalui dirimu aku mencintai seluruh dunia, dan di dalam dirimu aku mencintai diriku sendiri””

Kutipan tersebut bisa menyatakan betapa mencintai seseorang sama dengan mencintai kehidupan. Cinta bukan sesuatu yang diam dan tersekat dalam diri manusia. Cinta juga dapat bergerak menghubungkan manusia dengan manusia yang lain, misal gelombang cinta seorang ibu ketika membesarkan anaknya mulai dari kandungan hingga dewasa.

Jika ragam di atas dihadapkan pada penyair, cinta lebih cepat tereproduksi menjadi puisi. Asyiknya puisi cinta mendapatkan tempat bagi penikmat. Tak heran kenapa puisi cinta sering dinikmati di dunia nyata (kafe, panggung, kamar, taman, hingga mal) dan dunia maya (Facebook, WhatsApp, Blog, hingga Youtube).

Ilistrasi, sumber : pribadi

Kidung

Barangkali kita pernah mengetik frase “puisi cinta” pada kolom pencarian di saluran Youtube. Kita menemukan begitu banyak puisi cinta yang tersaji. Anehnya kita dapat mengesampingkan pemberian sumber sehingga sebagian dari kita apakah tahu puisi cinta itu hasil karya pengunggah atau comot dari buku puisi.

Dalam saluran Youtube, Cintaku Jauh di Pulau karya Chairil Anwar atau Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono begitu mudah kita temukan. Teks dua puisi tersebut memperoleh bermacam alih wahana. Meski cinta dalam dua puisi tersebut secara tersurat bermakna kepiluan, sebagian dari kita mengapresiasinya karena romantis.

Makna kepiluan secara tersurat pada dua puisi tersebut bisa kita baca pada bait: “//Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!/ Perahu yang bersama ‘kan merapuh!/ Mengapa Ajal memanggil dulu/ Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!// (Chairil Anwar, 2000: 54) dan “//aku ingin mencintaimu dengan sederhana:/ dengan isyarat yang tak sempat disampaikan/ awan kepada hujan yang menjadikannya tiada// (Sapardi Djoko Damono, 1994: 91).

Di dunia nyata ada Burdah (kumpulan syair berisi puji-pujian kepada Rasulullah SAW) karya Imam al-Bushiri yang umumnya menjadi tradisi yang dikidungkan pada acara pernikahan, khitan, hingga pengajian. Pengidungan Burdah menandakan umat muslim sangat mencintai Rasulullah SAW. Perihal pujian bisa kita pahami pada mukadimah Tentang Burdah dan Bushiri (M. Baharun dalam “Burdah Madah Rasul dan Pesan Moral, 1996: xvi):

“Sumber ajaran memuji dan mencintai Nabi tak lain adalah Islam itu sendiri. Dalam sebuah hadis populer disebutkan. “Didiklah anak-anakmu dalam tiga tahap. Mencintai Nabi, keluarganya dan membaca Al-Quran!”, sabda Baginda. Untuk mencintai kekasih, apalagi beliau itu adalah kekasih Tuhan…”

Berikut bait Burdah yang diterjemahkan dan dipuitisasikan oleh M. Baharun (Burdah Madah Rasul dan Pesan Moral, 1996): //Wahai pencerca penderita cinta/ Cinta yang tak kenal mati/ bila kau rasa seperti yang kurasa/ pastilah padaku kau tak muda mencerca// (29); //Dia mengajak jalan Allah untuk ditempuh/ maka siapa yang memegangnya teguh/ sama dengan berpegang tali seutas/ yang tak akan pernah rantas// (41); atau //Aku bersumpah demi bulan/ yang membelah dua bulan/ kalbu Baginda laksana bulan juga/ menyinari malam-malam buta//(55).

Pecinta

Puisi cinta benar-benar milik publik yang boleh dirayakan lewatpantulan perasaan dari pribadi penikmat. Kita bersuka citakarena beberapa di antara begitu banyak puisi cinta diciptakanoleh penyair seolah dapat menjadi katarsis atau pun salah satu obat untuk meluruhkan penyakit hati yang diderita oleh manusia.

Kita boleh berasumsi bahwa pada akhirnya puisi cinta mengandung hikmah bagi pecinta. Hikmah yang kita butuhkan untuk mencari jawab dari pertanyaan kehidupan. Hikmah yang harus kita udar agar akal dan hati saling selaras, seperti syair dari buku Al Hikam Imam Syafi’i (Imam Syafi’i, 2016): “Orang yang mengaku hatinya mencintai dunia dan mencintai Pencipta, ia bersungguh berdusta.”

Buku tentang cinta, Sumber : pribadi

Syair Imam Syafi’i di atas mengandung hikmah yang mendalam. Kita dapat menafsir bagaimana seseorang akan tersesat andai butuh pengakuan untuk mencintai sesuatu.Keberadaan peng-aku-an kiranya dilebur sehingga meletupkan kemurnian cinta. Karena itu, cinta hanyalah getaran tanpa menjelaskan sebab dan akibat. Cinta adalah kenikmatan yang tiba-tiba hadir dalam keutuhan diri pecinta. ** 

Catatan : Kolom Sastra GresikSatu diasuh oleh sastrawan muda asal Kota Pudak Aji Saiful Ramadhan

Daftar Bacaan

Chairil Anwar (2000), “Derai-derai Cemara”, Jakarta: Yayasan Indonesia

Erich Fromm (2004), “The Art of Loving”, Jakarta: Fresh Book

Ibrahim al-Bushiri (1996), “Burdah Madah Rasul dan Pesan Moral”, Surabaya: Pustaka Progressif

Imam Syafi’i (2016), “Al Hikam Imam Syafi’i, Jakarta: Zaman

Sapardi Djoko Damono (1994), “Hujan Bulan Juni”, Jakarta: Grasindo

Rekomendasi Berita

Advertisement

Gresik Gres