GresikSatu | Sebanyak 1.952 warga Kabupaten Gresik terindikasi mengalami gangguan mental. Data ini mengkhawatirkan, terutama karena angka tertinggi ditemukan pada kelompok usia remaja.
Kasus gangguan mental yang terus meningkat ini menyoroti perlunya perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan pemerintah daerah.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Gresik, dr Puspitasari Whardani menyampaikan, pihaknya telah melakukan skrining terhadap 40.607 orang selama tahun 2024. Hasilnya, sebanyak 1.952 orang terindikasi alami gangguan mental emosional.
“Pelaksanaan skrining kejiwaan ini kami tujukan bagi masyarakat yang berusia lima belas tahun ke atas,” ungkapnya, Kamis (26/9/2024).
Tantangan Mental di Usia Anak dan Remaja menjadi sorotan utama dalam temuan ini. Banyak anak di usia ini menunjukkan gejala gangguan kecemasan dan depresi, terutama akibat tekanan dari media sosial dan tuntutan akademis yang tinggi.
“Temuan gejala gangguan emosional paling banyak terjadi pada kategori usia remaja dengan rentang usia 15 sampai dengan 18 tahun. Salah sati faktor penyebabnya seperti kurangnya komunikasi yang baik di lingkungan keluarga hingga pengaruh dari medsos,” ucapnya.
Sementara untuk gejala emosional penderita gangguan mental, diantaranya : sering mengeluhkan sakit badan, sering cemas, jarang terlihat bahagia, mudah gugup, serta rentan ketakutan.
“Rasa sedih yang berkepanjangan, kecemasan berlebih, kehilangan nafsu makan juga bisa menjadi tanda-tanda seseorang mengalami gangguan mental,” ungkapnya.
Dalam menanggapi tingginya kasus gangguan mental ini, Pemerintah Kabupaten Gresik telah mengembangkan beberapa strategi. Salah satu langkah yang telah diambil adalah memperluas akses layanan kesehatan mental, deteksi dini hingga mengkampanyekan pentingnya kesadaran akan kesehatan mental di masyarakat.
“Dinkes aktif berkoordinasi dengan pihak sekolah untuk melakukan sosialisasi pada sekolah agar mampu melakukan deteksi dini terhadap pelajar yang terindikasi gangguan. Sehingga potensi gangguan bisa diminimalkan dengan cara rutin memberikan konseling,” jelasnya.
“Dan apabila hasil konseling belum maksimal hasilnya dapat dirujuk ke Puskesmas terdekat. Dengan demikian anak tadi bisa menerima konsultasi lebih lanjut. Sementara pada kasus yang cukup berat, pihak sekolah akan diminta untuk melakukan rujukan,” tandasnya.