GresikSatu | Petani tambak di Waduk Bunder, Desa Banjarsari, Kabupaten Gresik, memiliki tradisi unik dalam menyambut musim panen ikan. Mereka menggelar upacara gending-gending, sebuah ritual sakral dengan iringan musik gamelan Jawa, yang diyakini dapat menjaga kelancaran panen.
Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan dianggap penting untuk menghormati roh penjaga waduk serta mencegah hal-hal mistis. Selain itu, ritual ini juga dipercaya menyelamatkan ikan-ikan yang hendak dipanen agar tidak berubah jadi ular.
Dalam kepercayaan lokal, Waduk Bunder dihuni oleh sosok ular raksasa tak kasat mata. Masyarakat setempat meyakini bahwa tanpa pelaksanaan upacara gending-gending, ikan yang dipanen bisa berubah menjadi ular.
Kepala Desa Banjarsari, Agus Suwondo, menyebut bahwa kejadian tersebut pernah dialami warganya di masa lalu, ketika ikan tiba-tiba berubah menjadi ular saat panen tanpa diiringi ritual tersebut.
Kepala ular tersebut berada di kawasan tugu Gresik yang berada di Bunder. Sehingga saat dulu ada orang yang melakukan kencing sembarangan di waduk tersebut akan ditampakkan sosok ular besar yang siap melahap.
“Bukan hanya Gending-gending, tapi juga harus menyembelih kambing kendit jantan dewasa kemudian dimakan bersama untuk tasyakuran. Kambing kendit ini memiliki warna atau pola kulit bercak putih atau belang-belang melingkar di area tubuh, carinya susah-susah gampang,” ungkapnya, Kamis (5/8/2024).
Wondo bahkan mengungkapkan pernah mengalami kejadian aneh saat panen ikan tanpa ritual gending-gending. Ikan yang hendak mereka tangkap tiba-tiba berubah bentuk menjadi ular saat proses panen. Kejadian tersebut menimbulkan kepanikan di kalangan penduduk.
“Pernah waktu saya SD tahun 80 an, ada orang panen tanpa gending-gending, ya ikannya berubah jadi ular. Merayap ke jalan raya sampe masuk rumah warga sekitar,” jelasnya.
Menurut kepercayaan lokal, gending-gending merupakan ritual penting untuk memohon keselamatan dan berkah dari roh-roh halus yang diyakini menjaga waduk. Tanpa adanya kegiatan ini, diyakini bahwa roh-roh tersebut akan marah dan mendatangkan malapetaka, seperti yang diduga pernah terjadi.
“Ada lagi terkait pundukan pulsu di tengah Waduk Bunder, yakni Pulau Bagending. Tempat ini sakral dan penuh misteri. Sebab saat musim kemarau dan air waduk surut, bentuk pulau ini terlihat. Namun, saat musim hujan dan air waduk meninggi, Pulau ini tetap tidak tenggelam,” terangnya.
Meski terdengar aneh, Pihaknya menganjurkan agar warga mengikuti tradisi dan ritual yang telah diwariskan untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan alam.
“Ini bukan hal yang syirik, kita percaya bahwa manusia hidup berdampingan dengan jin. Jadi harus saling menghormati, jangan sampai adat dianggap sesuatu yang syirik kemudian diplesetkan ke hal yang tidak-tidak,” pungkasnya.
Hal yang senada juga disampaikan oleh penyewa lahan Waduk Bunder, Edy. Sebagai warga asli Banjarsari, ia mengaku takut jika melangkahi adat sebab tak ingin celaka.
“Kalo disini saya cuma ngontrak setahun bayar Rp 180 juta, tapi itu diberikan untuk Masjid, TPQ dan Musholla sekitar waduk. Kalo untuk kepercayaan namanya adat ya kita ikuti saja agar tidak mendapat bencana,” ucapnya.