Pasca menghadapi amul huzni, Nabi Muhammad SAW mendapatkan perintah melakukan perjalanan isra’ mi’raj. Perjalanan tersebut terjadi dua sesi, sesi pertama adalah perjalanan dari masjidil haram menuju masjidil aqsa, sesi kedua adalah naik ke sidratul muntaha.
Perjalanan yang terekam pembukaan surat al isra’ menceritakan banyak sekali hal-hal menakjubkan. Mulai dari pembedahan dada Nabi Muhammad SAW yang dilanjutkan penyucian isi dada Nabi Muhammad SAW, sampai perjalanan melewati ujung sidratul muntaha.
Ada berbagai filosofi yang bisa diambil dari perjalanan menakjubkan itu, mulai dari sesi pertama yang kemudian seringkali dimaknai dengan hablum minannas, lalu perjalanan mi’raj yang kadang juga dimaknai dengan hablum minallah.
Filosofi lain yang akkah yang sering kita dengarkan adalah bahwa ketinggian spiritual Nabi Muhammad SAW adalah melebihi makhluk manapun termasuk malaikat Jibril sekalipun. YASang dibuktikan pada saat malaikat penyampai wahyu tersebut tidak mampu naik ke sidratul muntaha, dia mempersilahkan Nabi Muhammad SAW naik sendirian.
Dari peristiwa ini pula kemudian muncul filosofi lain, bahwa batas tersebut adalah batas yang tidak bisa dijangkau oleh apapun termasuk akal, hanya Nabi agung kita yang diizinkan naik oleh Allah SWT. Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa yang akkah keyakinan kepada Allah itu melebihi logika manapun.
Dari kisah itu kita menyadari bahwa kita memang benar-benar beruntung menjadi umat Rasulullah, di mana beliau adalah khatamul anbiya, Nabi dengan kedudukan paling tinggi yang dibuktikan dengan menjadi imam bagi para Nabi saat singgah di masjidil aqsa, sebelum akhirnya naik ke atas melewati tiap-tiap lapis langit dan bertemu dengan nabi-nabi terdahulu lalu berujung ke sidratul muntaha untuk menghadap langsung kepada Allah SWT. Dijelaskan pada paragraph sebelumnya.
Kemudian dalam “pertemuannya” dengan Allah, yang pada akhirnya Nabi Muhammad SAW mendapat perintah shalat 50 kali, Nabi agung kita masih sempat meminta keringanan atas saran dari Nabi Musa AS. Keringan yang sangat banyak yakni dari perintah 50 kali menjadi hanya 5 kali yang itupun masih disarankan lagi oleh Nabi Musa AS supaya diringankan lagi, namun Nabi terakhir itu malu untuk meminta lagi kepada dzat yang Maha Pemurah itu.
Peristiwa itulah yang kemudian membuat kita terenyuh begitu beruntungnya kita memiliki pemimpin sekaliber Nabi Muhammad SAW, pemimpin sejati, pemimpin yang masih memikirkan (kemampuan) umatnya meskipun beliau sebenarnya sanggup untuk mengemban shalat 50 kali sehari semalam, beliau memahami bahwa umatnya sangat lemah seperti kita ini, yang shalat 5 waktu saja kadang rasanya masih berat. Dan sekali lagi kita benar-benar beruntung memiliki pemimpin agung Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Peristiwa isra’ mi’raj di lain sisi juga menunjukkan siapa umat rasulullah yang paling kuat imannya. Dia adalah Abu Bakar yang dengan tegas mempercayai peristiwa menakjubkan itu meskipun banyak dari kaum Quraisy yang mengejek bahwa peristiwa itu merupakan senda gurau. Padahal rasulullah sendiri sudah menceritakan (rasulullah melihat dari peristiwa isra’ mi’raj) kabilah mana yang hendak masuk akkah dan itu terbukti beberapa saat kemudian.
Sebagaimana pada umumnya pada pandangan orang isra’ mi’raj merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan. Dimana seorang hamba mampu berjalan dari masjdil haram dan masjidil aqsa lalu naik ke sidratul muntaha berikut dengan pengamalan-pengalaman spiritualitasnya.
Namun hal yang lebih menakjubkan adalah di mana ada seorang Nabi dengan maqam yang begitu tinggi, masih mempertimbangkan kemampuan umatnya dalam menerima perintah shalat. Dan masih bersedia turun ke Bumi lagi untuk membimbing umatnya yang lemah itu, padahal Allah sudah memberikan apapun yang beliau inginkan saat berada di sidratul muntaha. Wallahu a’lam bish shawab
*Penulis adalah guru di MAN 2 Kota Kediri